Perbedaan Organisasi Zaman Dulu dan Sekarang

Perbedaan Organisasi Zaman Dulu dan Sekarang

Kita akan mengambil contoh perbedaan organisasi pemuda zaman dulu dan sekarang.
Organisasi pemuda zaman dahulu tidak terlalu mendapat area luas untuk beraksi atau dalam kata lain tidak diberikan hak sebebas mungkin dikarenakan dihalangi oleh golongan tua. Kalau yang sekarang, organisasi pemuda lebih mengambil alsi nyata dalam pemerintahan.


Share:

Gaya-Gaya Kepemimpinan

Gaya-Gaya Kepemimpinan

Gaya Kepemimpinan 
Otokratis Gaya ini kadang-kadang dikatakan kepemimpinan terpusat pada diri pemimpin atau gaya direktif. Gaya ini ditandai dengan sangat banyaknya petunjuk yang datangnya dari pemimpin dan sangat terbatasnya bahkan sama sekali tidak adanya peran serta anak buah dalam perencanaan dan pengambilan keputusan. Pemimpin secara sepihak menentukan peran serta apa, bagaimana, kapan, dan bilamana berbagai tugas harus dikerjakan. Yang menonjol dalam gaya ini adalah pemberian perintah. Pemimpin otokratis adalah seseorang yang memerintah dan menghendaki kepatuhan. Ia memerintah berdasarkan kemampuannya untuk memberikan hadiah serta menjatuhkan hukuman. Gaya kepemimpinan otokratis adalah kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan dengan cara segala kegiatan yang akan dilakukan semata-mata diputuskan oleh pimpinan. Adapun ciri-ciri gaya kepemimpinan otokratis adalah sebagai berikut:
1. Wewenang mutlak terpusat pada pemimpin 
2. Keputusan selalu dibuat oleh pemimpin
3. Kebijakan selalu dibuat oleh pemimpin
4. Komunikasi berlangsung satu arah dari pimpinan kepada bawahan
5. Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan atau kegiatan para bawahannya dilakukan secara ketat
6. Tidak ada kesempatan bagi bawahan untuk memberikan saran pertimbangan atau pendapat
7. Lebih banyak kritik dari pada pujian, menuntut prestasi dan kesetiaan sempurna dari bawahan tanpa syarat, dan cenderung adanya paksaan, ancaman, dan hukuman. 

Gaya Kepemimpinan Demokratis
Gaya kepemimpinan demokratis adalah kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan cara berbagai kegiatan yang akan dilakukan ditentukan bersama antara pimpinan dan bawahan. Gaya ini kadang-kadang disebut juga gaya kepemimpinan yang terpusat pada anak buah, kepemimpinan dengan kesederajatan, kepemimpinan konsultatif atau partisipatif. Pemimpin kerkonsultasi dengan anak buah untuk merumuskan tindakan keputusan bersama. Adapun ciri-cirinya sebagai berikut:
1. Wewenang pemimpin tidak mutlak
2. Pimpinan bersedia melimpahkan sebagian wewenang kepada bawahan
3. Keputusan dan kebijakan dibuat bersama antara pimpinan dan bawahan
4. Komunikasi berlangsung secara timbal balik, baik yang terjadi antara pimpinan dan bawahan maupun sesama bawahan
5. Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan atau kegiatan para bawahan dilakukan secara wajar
6. Prakarsa dapat datang dari pimpinan maupun bawahan
7. Banyak kesempatan bagi bawahan untuk menyampaikan saran, pertimbangan atau pendapat. Tugas-tugas kepada bawahan diberikan dengan lebih bersifat permintaan dari pada intruksi.
8. Pimpinan memperhatikan dalam bersikap dan bertindak, adanya saling percaya, saling menghormati.

Gaya Kepemimpinan Delegatif
Gaya Kepemimpinan delegatif dicirikan dengan jarangnya pemimpin memberikan arahan, keputusan diserahkan kepada bawahan, dan diharapkan anggota organisasi dapat menyelesaikan permasalahannya sendiri (MacGrefor, 2004). Gaya Kepemimpinan adalah suatu ciri khas prilaku seorang pemimpin dalam menjalankan tugasnya sebagai pemimpin. Dengan demikian maka gaya kepemimpinan seorang pemimpin sangat dipengaruhi oleh karakter pribadinya. Kepemimpinan delegatif adalah sebuah gaya kepemimpinan yang dilakukan oleh pimpinan kepada bawahannya yang memiliki kemampuan, agar dapat menjalankan kegiatannya yang untuk sementara waktu tidak dapat dilakukan oleh pimpinan dengan berbagai sebab. Gaya kepemimpinan delegatif sangat cocok dilakukan jika staf yang dimiliki memiliki kemampuan dan motivasi yang tinggi. dengan demikian pimpinan tidak terlalu banyak memberikan instruksi kepada bawahannya, bahkan pemimpin lebih banyak memberikan dukungan kepada bawahannya.

Gaya Kepemimpinan Birokratis
Gaya ini dapat dilukiskan dengan kalimat “memimpin berdasarkan peraturan”. Perilaku pemimpin ditandai dengan keketatan pelaksanaan prosedur yang berlaku bagi pemipin dan anak buahnya. Pemimpin yang birokratis pada umumnya membuat keputusan-keputusan berdasarkan aturan yang ada secara kaku tanpa adanya fleksibilitas. Semua kegiatan hampir terpusat pada pimpinan dan sedikit saja kebebasan orang lain untuk berkreasi dan bertindak, itupun tidak boleh lepas dari ketentuan yang ada. Adapun karakteristik dari gaya kepemimpinan birokratis adalah sebagai berikut:
1. Pimpinan menentukan semua keputusan yang bertalian dengan seluruh pekerjaan dan memerintahkan semua bawahan untuk melaksanakannya.
2. Pemimpin menentukan semua standar bagaimana bawahan melakukan tugas.
3. Adanya sanksi yang jelas jika seorang bawahan tidak menjalankan tugas sesuai dengan standar kinerja yang telah ditentukan.

Gaya Kepemimpinan Laissez Faire
Gaya ini mendorong kemampuan anggota untuk mengambil inisiatif. Kurang interaksi dan kontrol yang dilakukan oleh pemimpin, sehingga gaya ini hanya bias berjalan apabila bawahan memperlihatkan tingkat kompetensi dan keyakinan akan mengejar tujuan dan sasaran cukup tinggi. Dalam gaya kepemimpinan ini, pemimpin sedikit sekali menggunakan kekuasaannya atau sama sekali membiarkan anak buahnya untuk berbuat sesuka hatinya. Adapun ciri-ciri gaya kepemimpinan Laissez Faire adalah sebagai berikut:
1. Bawahan diberikan kelonggaran atau fleksibel dalam melaksanakan tugas-tugas, tetapi dengan hati-hati diberi batasan serta berbagai produser.
2. Bawahan yang telah berhasil menyelesaikan tugas-tugasnya diberikan hadiah atau penghargaan, di samping adanya sanksi-sanksi bagi mereka yang kurang berhasil, sebagai dorongan.
3. Hubungan antara atasan dan bawahan dalam suasana yang baik secara umum manajer bertindak cukup baik.
4. Manajer menyampaikan berbagai peraturan yang berkaitan dengan tugas-tugas atau perintah, dan sebaliknya para bawahan diberikan kebebasan untuk memberikan pendapatannya.

Gaya Kepemimpinan Otoriter / Authoritarian 
Adalah gaya pemimpin yang memusatkan segala keputusan dan kebijakan yang diambil dari dirinya sendiri secara penuh. Segala pembagian tugas dan tanggung jawab dipegang oleh si pemimpin yang otoriter tersebut, sedangkan para bawahan hanya melaksanakan tugas yang telah diberikan. Tipe kepemimpinan yang otoriter biasanya berorientasi kepada tugas. Artinya dengan tugas yang diberikan oleh suatu lembaga atau suatu organisasi, maka kebijaksanaan dari lembaganya ini akan diproyeksikan dalam bagaimana ia memerintah kepada bawahannya agar kebijaksanaan tersebut dapat tercapai dengan baik. Di sini bawahan hanyalah suatu mesin yang dapat digerakkan sesuai dengan kehendaknya sendiri, inisiatif yang datang dari bawahan sama sekali tak pernah diperhatikan.

Gaya Kepemimpinan Demokratis / Democratic
Gaya kepemimpinan demokratis adalah gaya pemimpin yang memberikan wewenang secara luas kepada para bawahan. Setiap ada permasalahan selalu mengikutsertakan bawahan sebagai suatu tim yang utuh. Dalam gaya kepemimpinan demokratis pemimpin memberikan banyak informasi tentang tugas serta tanggung jawab para bawahannya. Tipe kepemimpinan demokratis merupakan tipe kepemimpinan yang mengacu pada hubungan. Di sini seorang pemimpin selalu mengadakan hubungan dengan yang dipimpinnya. Segala kebijaksanaan pemimpin akan merupakan hasil musyawarah atau akan merupakan kumpulan ide yang konstruktif. Pemimpin sering turun ke bawah guna mendapatkan informasi yang juga akan berguna untuk membuat kebijaksanaan-kebijaksanaan selanjutnya.

Gaya Kepemimpinan Karismatis
Kelebihan gaya kepemimpinan karismatis ini adalah mampu menarik orang. Mereka terpesona dengan cara berbicaranya yang membangkitkan semangat. Biasanya pemimpin dengan gaya kepribadian ini visionaris. Mereka sangat menyenangi perubahan dan tantangan. Mungkin, kelemahan terbesar tipe kepemimpinan model ini bisa di analogikan dengan peribahasa Tong Kosong Nyaring Bunyinya. Mereka mampu menarik orang untuk datang kepada mereka. Setelah beberapa lama, orang – orang yang datang ini akan kecewa karena ketidak-konsisten-an. Apa yang diucapkan ternyata tidak dilakukan. Ketika diminta pertanggungjawabannya, si pemimpin akan memberikan alasan, permintaan maaf, dan janji. 9.Gaya Kepemimpinan Diplomatis Kelebihan gaya kepemimpinan diplomatis ini ada di penempatan perspektifnya. Banyak orang seringkali melihat dari satu sisi, yaitu sisi keuntungan dirinya. Sisanya, melihat dari sisi keuntungan lawannya. Hanya pemimpin dengan kepribadian putih ini yang bisa melihat kedua sisi, dengan jelas! Apa yang menguntungkan dirinya, dan juga menguntungkan lawannya. Kesabaran dan kepasifan adalah kelemahan pemimpin dengan gaya diplomatis ini. Umumnya, mereka sangat sabar dan sanggup menerima tekanan. Namun kesabarannya ini bisa sangat keterlaluan. Mereka bisa menerima perlakuan yang tidak menyengangkan tersebut, tetapi pengikut-pengikutnya tidak. Dan seringkali hal inilah yang membuat para pengikutnya meninggalkan si pemimpin. 

Gaya Kepemimpinan Otoriter
Tipe kepemimpinan yang otoriter biasanya berorientasi kepada tugas. Artinya dengan tugas yang diberikan oleh suatu lembaga atau suatu organisasi, maka kebijaksanaan dari lembaganya ini akan diproyeksikan dalam bagaimana ia memerintah kepada bawahannya agar kebijaksanaan tersebut dapat tercapai dengan baik. Di sini bawahan hanyalah suatu mesin yang dapat digerakkan sesuai dengan kehendaknya sendiri, inisiatif yang datang dari bawahan sama sekali tak pernah diperhatikan. Kelebihan model kepemimpinan otoriter ini ada di pencapaian prestasinya. Tidak ada satupun tembok yang mampu menghalangi langkah pemimpin ini. Ketika dia memutuskan suatu tujuan, itu adalah harga mati, tidak ada alasan, yang ada adalah hasil. Langkah – langkahnya penuh perhitungan dan sistematis.Dingin dan sedikit kejam adalah kelemahan pemimpin dengan kepribadian merah ini. Mereka sangat mementingkan tujuan sehingga tidak pernah peduli dengan cara. Makan atau dimakan adalah prinsip hidupnya.

Gaya Kepemiminan Moralis
Kelebihan dari gaya kepemimpinan seperti ini adalah umumnya Mereka hangat dan sopan kepada semua orang. Mereka memiliki empati yang tinggi terhadap permasalahan para bawahannya, juga sabar, murah hati Segala bentuk kebajikan ada dalam diri pemimpin ini. Orang – orang yang datang karena kehangatannya terlepas dari segala kekurangannya. Kelemahan dari pemimpinan seperti ini adalah emosinya. Rata orang seperti ini sangat tidak stabil, kadang bisa tampak sedih dan mengerikan, kadang pula bisa sangat menyenangkan dan bersahabat.

Gaya Kepemimpinan Administratif 
Gaya kepemimpinan tipe ini terkesan kurang inovatif dan telalu kaku pada aturan. Sikapnya konservatif serta kelihatan sekali takut dalam mengambil resiko dan mereka cenderung  mencari aman. Model kepemimpinan seperti ini jika mengacu kepada analisis perubahan yang telah  kita bahas sebelumnya, hanya cocok pada situasi Continuation, Routine change, serta Limited change.

Gaya kepemimpinan analitis (Analytical).
Dalam gaya kepemimpinan tipe ini,  biasanya pembuatan keputusan didasarkan pada proses analisis, terutama analisis logika pada setiap informasi yang diperolehnya. Gaya ini berorientasi pada hasil dan menekankan pada rencana-rencana rinci serta berdimensi jangka panjang. Kepemimpinan model ini sangat mengutamakan logika dengan menggunakan pendekatan-pendekatan yang masuk akal serta kuantitatif.

Gaya kemimpinan asertif (Assertive).
Gaya kepemimpinan ini sifatnya lebih agresif dan mempunyai perhatian yang sangat besar pada pengendalian personal dibandingkan dengan gaya kepemimpinan lainnya. Pemimpin tipe asertif lebih terbuka dalam konflik dan kritik. Pengambilan keputusan muncul dari proses argumentasi dengan beberapa sudut pandang sehingga muncul kesimpulan yang memuaskan.

Gaya Kepemimpinan Entrepreneur.
Gaya kepemimpinan ini sangat menaruh perhatian kepada kekuasaan dan hasil akhir serta  kurang mengutamakan  pada kebutuhan akan kerjasama. Gaya kepemimpinan model ini biasannya selalu mencari pesaing dan menargetkan standar yang tinggi.

Gaya Kepemimpinan Visioner
Kepemimpinan visioner, adalah pola kepemimpinan yang ditujukan untuk memberi arti pada kerja dan usaha yang perlu dilakukan bersama-sama oleh para anggota perusahaan dengan cara memberi arahan dan makna pada kerja dan usaha yang dilakukan berdasarkan visi yang jelas. Kepemimpinan Visioner memerlukan kompetensi tertentu. Pemimipin visioner setidaknya harus memiliki empat kompetensi kunci sebagaimana dikemukakan oleh Burt Nanus (1992), yaitu:
1. Seorang pemimpin visioner harus memiliki kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif dengan manajer dan karyawan lainnya dalam organisasi. Hal ini membutuhkan pemimpin untuk menghasilkan “guidance, encouragement, and motivation.”
2. Seorang pemimpin visioner harus memahami lingkungan luar dan memiliki kemampuan bereaksi secara tepat atas segala ancaman dan peluang. Ini termasuk, yang plaing penting, dapat "relate skillfully" dengan orang-orang kunci di luar organisasi, namun memainkan peran penting terhadap organisasi (investor, dan pelanggan).
3. Seorang pemimpin harus memegang peran penting dalam membentuk dan mempengaruhi praktek organisasi, prosedur, produk dan jasa. Seorang pemimpin dalam hal ini harus terlibat dalam organisasi untuk menghasilkan dan mempertahankan kesempurnaan pelayanan, sejalan dengan mempersiapkan dan memandu jalan organisasi ke masa depan (successfully achieved vision).
4. Seorang pemimpin visioner harus memiliki atau mengembangkan "ceruk" untuk mengantisipasi masa depan. Ceruk ini merupakan ssebuah bentuk imajinatif, yang berdasarkan atas kemampuan data untuk mengakses kebutuhan masa depan konsumen, teknologi, dan lain sebagainya. Ini termasuk kemampuan untuk mengatur sumber daya organisasi guna memperiapkan diri menghadapi kemunculan kebutuhan dan perubahan ini. Dalam era turbulensi lingkungan seperti sekarang ini, setiap pemimpin harus siap dan dituntut mampu untuk melakukan transformasi terlepas pada   gaya kepemimpinan apa yang mereka anut.  Pemimpin harus mampu mengelola perubahan, termasuk di dalamnya mengubah budaya organiasi yang tidak lagi kondusif dan produktif. Pemimpin harus mempunyai visi yang tajam, pandai mengelola keragaman  dan mendorong  terus proses pembelajaran   karena dinamika perubahan lingkungan serta persaingan yang semakin ketat.
Gaya Kepemimpinan Situasional
Kepemimpinan situasional adalah “a leadership contingency theory that focuses on followers readiness/maturity”. Inti dari teori kepemimpinan situational adalah bahwa gaya kepemimpinan seorang pemimpin akan berbeda-beda, tergantung dari tingkat kesiapan para pengikutnya. Pemahaman fundamen dari teori kepemimpinan situasional adalah tentang tidak adanya gaya kepemimpinan yang terbaik. Kepemimpinan yang efektif adalah bergantung pada relevansi tugas, dan hampir semua pemimpin yang sukses selalu mengadaptasi gaya kepemimpinan yang tepat. Efektivitas kepemimpinan bukan hanya soal pengaruh terhadap individu dan kelompok tapi bergantung pula terhadap tugas, pekerjaan atau fungsi yang dibutuhkan secara keseluruhan.   Jadi pendekatan kepemimpinan situasional fokus pada fenomena kepemimpinan di dalam suatu situasi yang unik. Dari cara pandang ini, seorang pemimpin agar efektif ia harus mampu menyesuaikan gayanya terhadap tuntutan situasi yang berubah-ubah. Teori kepemimpinan situasional bertumpu pada dua konsep fundamental yaitu : tingkat kesiapan/kematanganindividu atau kelompok sebagai pengikut dangaya kepemimpinan.

Kepemimpinan (Traits model of ledership)
Kepemimpinan ini pada tahap awal mencoba meneliti tentangwatak individu yang melekat pada diri para pemimpin, seperti misalnya:kecerdasan,kejujuran, kematangan, ketegasan, kecakapan berbicara, kesupelan dalam bergaul, statussosial ekonomi mereka dan lain-lain (Bass 1960, Stogdill 1974). Pada umumnya studi-studi kepemimpinan pada tahap awal mencoba meneliti tentang watak individu yang melekat pada diri para pemimpin, seperti misalnya: kecerdasan, kejujuran, kematangan, ketegasan, kecakapan berbicara, kesupelan dalam bergaul, status sosial ekonomi mereka dan lain-lain.  Terdapat enam kategori faktor pribadi yang membedakan antara pemimpin dan pengikut, yaitu : 
1. Kapasitas
2. Prestasi
3. Tanggung jawab
4. Partisipasi
5. Status
6. Situasi
Namun demikian banyak studi yang menunjukkan bahwa faktor-faktor yang membedakan antara pemimpin dan pengikut dalam satu studi tidak konsisten dan tidak didukung dengan hasil-hasil studi yang lain. Disamping itu, watak pribadi bukanlah faktor yang dominant dalam menentukan keberhasilan kinerja manajerial para pemimpin. Hingga tahun 1950-an, lebih dari 100 studi yang telah dilakukan untuk mengidentifikasi watak atau sifat personal yang dibutuhkan oleh pemimpin yang baik, dan dari studi-studi tersebut dinyatakan bahwa hubungan antara karakteristik watak dengan efektifitas kepemimpinan, walaupun positif, tetapi tingkat signifikasinya sangat rendah.

Kepemimpinan Militeristik
Tipe pemimpin seperti ini sangat mirip dengan tipe pemimpin otoriter yang merupakan tipe pemimpin yang bertindak sebagai diktator terhadap para anggota kelompoknya.Adapun sifat-sifat dari tipe kepemimpinan militeristik adalah:
1. Lebih banyak menggunakan sistem perintah/komando, keras dan sangat otoriter, kaku dan seringkali kurang bijaksana.
2. Menghendaki kepatuhan mutlak dari bawahan.
3. Sangat menyenangi formalitas, upacara-upacara ritual dan tanda-tanda kebesaran yang berlebihan.
4. Menuntut adanya disiplin yang keras dan kaku dari bawahannya.
5. Tidak menghendaki saran, usul, sugesti, dan kritikan-kritikan dari bawahannya.
6. Komunikasi hanya berlangsung searah. 

Sumber : http://www.kompasiana.com/rudisalamsinulingga/gaya-gaya-kepemimpinan_54f79ceca33311df1d8b4583

Share:

Tipe- Tipe Kepemimpinan

Tipe- Tipe Kepemimpinan

Ada enam tipe kepemimpinan yang diakui keberadaannya secara luas.
Tipe pemimpin Otokratis
Yaitu seorang pemimpin yang otokratis adalah seorang pemimpin yang:
1.      Menganggap organisasi sebagai milik pribadi
2.      Mengidentikan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi
3.      Menganggap bawahan sebagai alat semata- mata
4.      Tidak mau menerima kritik, saran, dan pendapat
5.      Terlalu bergantung kepada kekuasaan formalnya
6.    Dalam tindakan penggerakannya sering mempergunakan pendekatan yang mengandung unsur paksaan dan punitif (bersifat menghukum)

Tipe Militeristis
Yaitu seorang pemimpin yang bertipe militeristis adalah seorang pemimpin yang memiliki sifat- sifat:
1.      Sering mempergunakan sistem perintah dalam menggerakkan bawahannya
2.      Senang bergantung pada pangkat dan jabatan dalam menggerakkan bawahannya
3.      Senang kepada formalitas yang berlebih- lebihan
4.      Menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahan
5.      Sukar menerima kritikkan dari bawahan
6.      Menggemari upacara- upacara untuk berbagai acara dan keadaan

Tipe Paternalistis
Yaitu seorang pemimpin yang :
1.      Menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak dewasa
2.      Bersikap terlalu melindungi
3.      Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil keputusan dan inisiatif
4.      Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan daya kreasi dan fantasinya.
5.      Sering bersikap maha tahu

Tipe Kharismatis
Hingga kini para pakar belum berhasil menemukan sebab- sebab mengapa seorang pemimpin memiliki kharisma, yang diketahui adalah bahwa pemimpin yang demikian mempunyai daya tarik yang amat besar dan karenanya pada umumnya mempunyai pengikut yang jumlahnya sangat besar. Karena kurangnya pengetahuan tentang sebab musabab seorang menjadi pemimpin yang kharismatis, maka sering dikatakan bahwa pemimpin yang demikian diberkahi dengan kekuatan gaib (supernatural powers).




Tipe Laissez Faire
Yaitu seorang yang bersifat :
1.      Dalam memimpin organisasi biasanya mempunyai sikap yang permisif, dalam arti bahwa para anggota organisasi boleh saja bertindak sesuai dengan keyakinan dan hati nurani, asal kepentingan bersama tetap terjaga dan tujuan organisai tetap tercapai.
2.      Organisasi akan berjalan lancar dengan sendirinya karena para anggota organisasi terdiri dari orang- orang yang sudah dewasa yang mengetahui apa yang menjadi tujuan organisasi, sasaran yang dicapai, dan tugas yang harus dilaksanakan oleh masing- masing anggota.
3.      Seorang pemimpin yang tidak terlalu sering melakukan intervensi dalam kehidupan organisasional.
4.      Seorang pemimpin yang memiliki peranan pasif dan membiarkan organisasi berjalan dengan sendirinya

Tipe Demokratis
Yaitu tipe yang bersifat :
1.      Dalam proses penggerakkan bawahan selalu bertitik tolak dari pendapat bahwa manusia adalah makhluk termulia di dunia
2.      Selalu berusaha mensinkronisasikan kepentingan dan tujuan organisasi dengan kepentingan dan tujuan pribadi dari para bawahannya
3.      Senang menerima saran, pendapat bahkan kritik dari bawahannya
4.      Selalu berusaha untuk menjadikan bawahannya lebih sukses dari padanya.
5.      Selalu berusaha mengutamakan kerjasama dan kerja tim dalam usaha mencapai tujuan
6.      Berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin
7.      Para bawahannya dilibatkan secara aktif dalam menentukan nasib sendiri melalui peran sertanya dalam proses pengambilan keputusan.


Share:

Sejarah Perkembangan Organisasi

Sejarah Perkembangan Organisasi

Sejarah Pengembangan Organisasi sangat erat hubungannya dengan teori organisasi. Teori Organisasi meliputi teori organisasi klasik, teori organisasi neoklasik, dan teori organisasi modern.

Teori Organisasi Klasik
Teori klasik (classical theory) kadang-kadang disebut juga teori tradisional yang berisi konsep-konsep tentang organisasi mulai tahun 1800( abad 18).
Dalam teori ini, organisasi secar umum digambarkan oleh para teoritisi klasik sebagai organisasi yang sangat tersentralisasi dan tugas-tugasnya terspesialisasi, serta memberikan petunjuk mekanistik structural yang kaku dan tidak mengandung kreatifitas. Dalam teori ini organisasi didefinisikan sebagai struktur hubungan, kekuasaan-kekuasaan, tujuan-tujuan, peranan-peranan, kegiatan-kegiatan, komunikasi dan faktor-faktor lain bila orang-orang bekerja sama.
Teori Klasik berkembang dalam 3 aliran yaitu: teori birokrasi, teori administrasi, dan manajemen ilmiah.

Teori Birokrasi
Teori ini dikemukakan oleh Max Weber dalam bukunya “The Protestant Ethic dan Spirit of Capitalism”.
Karakteristik-karakteristik birokrasi menurut Max Weber:
1.      Pembagian Kerja yang jelas.
2.      Hirarki wewenang yang dirumuskan secara baik
3.      Program rasional dalam mencapai tujuan organisasi
4.      Sistem prosedur bagi penanganan situasi kerja
5.      Sistem aturan yang mencakup Hak dan Kewajiban posisi para pemegang jabatan
6.      Hubungan antar pribadi yang bersifat impersonal.

Teori Administrasi
Teori ini sebagian besar dikembangkan atas dasar sumbangan Henri Fayol dan Lyndall Urwick dari Eropa serta Mooney dan Reiley dari Amerika.
Henri Fayol mengemukakan dan mambahas 14 kaidah manajemen yang menjadi dasar perkembangan teori ini yaitu:
1.      Pembagian Kerja / Division of Work
2.      Wewenang dan Tanggung jawab
3.      Disiplin
4.      Kesatuan perintah
5.      Kesatuan pengarahan
6.      Mendahulukan kepentingan umum dari pada pribadi
7.      Balas jasa
8.      Sentralisasi
9.      Rantai scalar
10.  Aturan
11.  Keadilan
12.  Kelanggengan personalia
13.  Inisiatif
14.  Semangat korps

Manajemen Ilmiah
Manajemen Ilmiah dikembangkan oleh Frederick Winslow Taylor tahun 1900. Ada beberapa pendapat tentang manajemen ilmiah, salah satunya adalah mengatakan manajemen ilmiah merupakan penerapan metode ilmiah pada studi, analisa, dan pemecahan masalah-masalah organisasi.
Taylor mengemukakan empat kaidah dasar manajemen yang harus dilaksanakan dalam organisasi perusahaan, yaitu:
1.      Menggantikan metoda-metoda kerja dalam praktek dengan berbagai metoda yang dikembangkan atas dasar ilmu pengetahuan tentang kerja yang ilmiah dan benar.
2.      Mengadakan seleksi, latihan-latihan dan pengembangan para karyawan secara ilmiah.
3.      Pengembangan ilmu kerja serta seleksi, latihan dan pengembangan secara ilmiah harus diintegrasikan.
4.      Untuk mecapai manfaat manajemen ilmiah, perlu dikembangkan semangat dan mental para karyawan.
Teori organisasi klasik sepenuhnya hanya menguraikan anatomi organisasi formal. Dalam organisasi formal ada empat unsure pokok yang selalu muncul, yaitu:
1.      System Kegiatan yang terkoordinasi
2.      Kelompok orang
3.      Kerjasama
4.      Kekuasaan dan kepemimpinan
Menurut para pengikut aliran teori klasik, adanya suatu organisasi formal sangat tergantung pada empat kondisi pokok, yaitu:
1.      Kekuasaan
2.      Saling melayani
3.      Doktrin
4.      Disiplin

Teori Organisasi Neoklasik
Teori Neoklasik secara sederhana dikenal sebagai aliran hubungan manusiawi(The Human Relation Movement). Teori neoklasik dikembangkan atas dasar teori klasik. Dasar teori ini adalah menekankan pentingnya aspek psikologis dan social karyawan sebagai individu maupun sebagai bagian kelompok kerjanya. Perkembangan teori neoklasik dimulai dengan inspirasi percobaan-percobaan yang dilakukan di Howthorne dan dari tulisan Huga Munsterberg.
Percobaan-percobaan ini dilakukan dari tahun 1924 sampai 1932 yang menandai permulaan perkembangan teori hubungan manusiawi dan merupakan kristalisasi teori neoklasik. Pada akhirnya percobaan Howthorne menunjukkan bagaimana kegiatan kelompok-kelompok kerja kohesif sangat berpengaruh pada operasi organisasi.
Dalam hal pembagian kerja, teori neoklasik mengemukakan perlunya hal-hal sebagai berikut:
1.      Partisipai
2.      Perluasan kerja
3.      Manajemen bottom-up

Teori Organisasi Modern
Teori modern biasanya disebut juga sebagai analisa sistem pada organisasi. Teori modern melihat bahwa semua unsur organisasi sebagai satu kesatuan dan saling ketergantungan, yang di dalamnya mengemukakan bahwa organisasi bukanlah suatu sistem tertutup yang berkaitan dengan lingkungan yang stabil, akan tetapi organisasi merupakan sistem terbuka.
Teori modern dikembangkan tahun 1950, dalam banyak hal yang mendalam teori modern dengan klasik berbeda, perbedaan tersebut diantaranya:
Teori Klasik memusatkan pandangannya pada analisa dan deskripsi organisasi, membicarakan konsep koordinasi, scalar dan vertikal.
Teori Modern menekankan pada perpaduan dan perancangan menjadikan pemenuhan suatu kebutuhan yang menyeluruh, lebih dinamis dan lebih banyak variabel yang dipertimbangkan.
Teori Modern menunjukkan tiga kegiatan proses hubungan universal yang selalu muncul pada sistem manusia dalam perilakunya berorganisasi, yaitu:
1.      Komunikasi
2.      Konsep keseimbangan
3.      Proses pengambilan keputusan

Tujuan Perkembangan Organisasi :
1.      Menciptakan keharmonisan hubungan kejra antara pimpinan dengan staf anggota organisasi.
2.      Menciptakan kemampuan memecahkan persoalan organisasi secara lebih terbuka
3.      Menciptakan keterbukaan dalam berkomunikasi.
4.      Merupakan semangat kerja para anggota organisasi dan kemampuan mengendalikan diri.


Share: